Sabtu, 25 Agustus 2012
Nilai Sosial lengkap (pengertian).
A. Pengertian Nilai Sosial
Sesuatu yang baik, yang diinginkan, dicita-citakan, dan dianggap penting oleh warga masyarakat dan dijadikan dasar dalam menentukan apa yang baik, bernilai atau berharga. Nilai sosial juga dikatakan sebagai kumpulan sikap dan perasaan yang diwujudkan melalui perilaku sosial yang dianggap baik dan abstrak oleh masyarakat.
B. Jenis Nilai Sosial
Menurut Notonegoro:
- Nilai Material: sesuatu yang berguna bagi jasmani dalam kehidupan masyarakat.
- Nilai Vital, segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat hidup dan melakukan kegiatan sehari-hari
- Nilai Kerohanian, Segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai ini dibedakan lagi menjadi 4 macam, yakni : 1) Nilai kebenaran (kenyataan), yang bersumber dari unsur akal manusia (rasio/akal, budi, cipta) 2) Nilai keindahan , yang bersumber dari unsur rasa manusia (perasaan, estetika) 3) Nilai moral (kebaikan), yang bersumber dari unsur kehendak atau kemauan (karsa, etika) 4) Nilai religius, yang merupakan nilai ketuhanan, kerohanian yang tertinggi dan mutlak
- Nilai mengenai hakikat hidup manusia
- Nilai mengenai hakikat karya manusia
- Nilai mengenai hakikat hubungan manusia dengan alam
- Nilai mengenai hakikat hubungan manusia dengan sesamanya
- Nilai mengenai hakikat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu
- Nilai Dominan : nilai yang dianggap lebih penting dibandingkan nilai lainnya. Ukuran dominan atau tidaknya suatu nilai didasarkan pada hal-hal berikut : 1) Banyaknya orang yang menganut nilai tersebut 2) Berapa nilai itu dianut atau digunakan 3) Tinggi rendahnya usaha orang untuk memberlakukan nilai tersebut 4) Prestise/kebanggan orang-orang yang menggunakan nilai tersebut
- Nilai yang mendarah daging : nilai yang telah menjadi kepribadian
- Nilai instrumental : nilai yang bersifat lentur terhadap adanya hukum
- Dipelajari melalui sosialisasi
- Disebarkan dari satu individu ke individu yang lain
- Merupakan hasil interaksi antar warga masyarakat
- Mempengaruhi perkembangan diri seseorang
- Pengaruh nilai tersebut berbeda pada setiap anggota masyarakat berbeda antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain
- Bagian dari usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya
- Cenderung berkaitan antara yang satu dengan yang lain dan membentuk kesatuan nilai.
- Sebagai pelindung
- Penunjuk arah dan pemersatu
- Memberikan alat untuk menetapkan harga sosial dari suatu kelompok
- Mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkahlaku
- Penentu terakhir manusia dalam memenuhi peranannya
- Sebagai alat solidaritas dikalangan anggota kelompok
- Sebagai pengontrol perilaku masyarakat.
- Motivator
Jumat, 24 Agustus 2012
Norma Sosial lengkap, (pengertian, ciri-ciri, jenis-jenis, macam-macam, dan fungsi nilai.)
A. Pengertian Norma Sosial
Norma merupakan ukuran yang digunakan oleh masyarakat untuk mengukur apakah tindakan yang dilakukan seseorang merupakan tindakan yang wajar dan dapat diterima atau tindakan yang menyimpang (tidak sesuai dengan yang diinginkan masyarakat). Norma merupakan wujud atau dibangun atas nilai sosial dan norma sosial diciptakan untuk mempertahankan nilai sosial.
B. Ciri-Ciri Norma
- Tidak tertulis (lisan)
- Hasil dari kesepakatan masyarakat
- Warga masyarakat sebagai pendukung sangat menaatinya
- Apabila norma dilanggar, bagi pelanggarnya harus menghadapi sanksi
- Norma sosial terkadang mampu menyesuaikan perubahan, sehingga dapat mengalami perubahan
Norma Sosial Dilihat Dari Sanksinya
- Tata Cara (Usage). Tata cara merupakan norma yang menunjuk kepada satu bentuk perbuatan sanksi yang ringan terhadap pelanggarnya. Misal: aturan memegang garpu dan sendok saat makan dan penyimpangannya adalah bersendawa saat makan
- Kebiasaan (Folkways). Kebiasaan merupakan cara bertindak yang digemari oleh masyarakan dan dilakukan berulang-ulang,mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar dari tata cara, misal: membuang sampah pada tempatnya dan penyimpangannya adalah membuang sembarangan dan mendapat teguran bahkan digunjingkan masyarakat
- Tata Kelakuan (Mores). Tata kelakuan merupakan norma yang bersumber kepada filsafat, ajaran agama dan ideolagi yang dianut masyarakat.Tata kelakuan di satu pihak memaksakan suatu perbuatan dan di lain pihak melarang suatu perbuatan sehingga secara langsung ia merupakan alat pengendalian sosial agar anggota masyarakat menyesuaikan tindakan-tindakan itu.
- Adat (Custom). Adat merupakan norma yang tidak tertulis namun kuat mengikat sehingga anggota masyarakat yang melanggar adat akan menderita karena sanksi keras yang kadang secara tidak langsung seperti pengucilan, dikeluarkan dari kelompok adat (masyarakat), atau harus memenuhi persyaratan tertentu.
- Hukum (Laws). Hukum merupakan norma yang bersifat formal dan berupa aturan tertulis. Sanksinya tegas dan merupakan suatu rangkaian aturan yang ditujukan kepada anggota masyarakat yang berisi ketentuan, perintah, kewajiban dan larangan agar tercipta ketertiban dan keadilan.
- Norma agama, yakni ketentuan hidup yang bersumber dari ajaran agama (wahyu dan revelasi).
- Norma kesopanan, ketentuan hidup yang berlaku dalam interaksi sosial masyarakat.
- Norma kesusilaan, ketentuan yang bersumber pada hati nurani, moral, atau filsafat hidup.
- Norma hukum, ketentuan tertulis yang berlaku dari kitab undang-undang suatu negara.
Norma
menurut legal atau tidaknya
1. Norma Tidak Tertulis (non-formal)
1. Norma Tidak Tertulis (non-formal)
Norma tidak tertulis adalah suatu patokan yang dirumuskan melalui
lisan dan diajarkan di masyarakat dan pelaksanaannya tidak mengikat pada aturan
resmi. Norma tersebut tumbuh dari kebiasaan bertindak yang seragam dan diterima
oleh masyarakat. Norma ini memiliki patokan tidak resmi namun harus ditaati dan
mempunyai kekuatan memaksa yang lebih besar daripada patokan resmi. Norma tidak
tertulis biasanya dijumpai dalam kelompok primer seperti keluarga, persahabatan,
dan paguyuban. Norma tidak tertulis seperti norma tat cara, kebiasaan, adat,
kesopanan dan kesusilaan.
2.
Norma Tertulis (Formal)
Norma tertulis merupakan norma yang telah dirumuskan dan diwajibkan
kepada seluruh masayarak dan memiliki sifat memaksa dan tegas. Jalan untuk
memperkenalkan kaidah formal/peraturan-peraturan yang telah dibuat harus
disebarluaskan. Pembuatan peraturan tersebut tidak semata-mata didasarkan pada
kebiasaan yang sudah ada, tetapi lebih sesuai dengan prinsip susila (etika) dan
prinsip ”baik dan buruk”. Norma ini dibuat oleh pemegang wewenang dan
diresmikan seperti undang-undang. Oleh karena itu, diperlukan pertimbangan
rasional yang masak mengenai tujuan yang hendak dicapai dan faktor-faktor yang
dapat menghalangi keberhasilannya. Norma tertulis seperti norma hukum dan
agama.
- Sebagai pedoman atau patokan perilaku pada masyarakat.
- Sebagai alat untuk menertibkan dan menstabilkan kehidupan sosial.
- Suatu standar, petunjuk atau system kontrol dalam masyarakat.
Masalah sosial dan Masalah Kemiskinan, anak muda.
Dalam ilmu Sosiologi dipelajari sebuah masalah sosial yang sering dikatakan sebagai suatu kondisi tidak normal dari keadaan sebelumnya. Oleh karena itu, sosiologi pada umumnya mempelajari gejala-gejala sosial yang normal atau teratur dalam kehidupan masyarakat. Namun, gejala-gejala itu terkadang berubah dari keadaannya normal sebagaimana yang dikehendaki oleh masyarakat yang bersangkutan menjadi tidak normal atau tidak teratur. Gejala-gejala sosial yang tidak sesuai antara apa yang diinginkan dengan apa yang telah terjadi dinamakan masalah sosial.
Pada masyarakat Indonesia masalah-masalah sosial sering disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terus-menerus, sehingga terjadi situasi dan kondisi yang tidak diinginkan seperti kerusakan organisasi sosial dalam masyarakat. Untuk memecahkan masalah sosial, terlebih dahulu perlu diketahui klasifikasi dan kriteria yang tergolong masalah sosial.
Soerjono Soekanto membedakan masalah sosial menjadi empat, yaitu:
- Masalah sosial dari faktor ekonomis, contohnya kemiskinan, pengangguran, dan sebagainya.
- Masalah sosial dari faktor biologis, contohnya penyakit menular.
- Masalah sosial dari faktor psikologis, contohnya frustasi, bunuh diri, penyakit saraf, gila, dan sebagainya.
- Masalah sosial dari faktor kebudayaan, contohnya kenakalan remaja, perceraian, pencurian, dan sebagainya.
Pengelompokkan yang lainnya adalah berdasarkan:
- Kepincangan warisan fisik yang diakibatkan oleh pengurangan atau pembatasan sumber daya alam.
- Warisan sosial, misalnya migrasi, pembatasan kelahiran, pertumbuhan atau berkurangnya penduduk, kualitas hidup, pendidikan, politik dan supremasi hukum.
- Kebijakan sosial, misalnya perencanaan sosial dan perencanaan ekonomi.
Kriteria Masalah Sosial
- Kriteria utama Kriteria utama dari masalah sosial adalah adanya perbedaan yang mencolok antara nilai-nilai dengan kondisi-kondisi nyata kehidupan, Maksudnya yaitu adanya ketidakcocokan antara anggapan-anggapan masyarakat tentang apa yang seharusnya terjadi dalam kenyataan pergaulan hidup.
- Sumber Masalah Sosial Masalah-masalah sosial tidak hanya berasal dari kondisi atau proses-proses sosial, tetapi juga berasal dari bencana alam, seperti gempa bumi, kemarau panjang, banjir, dan lain-lain.
- Penetapan Masalah Sosial Untuk menetapkan apakah sesuatu dianggap masalah sosial atau bukan, maka diperlukan sekelompok kecil individu yang mempunyai kekuasaan atau wewenang yang lebih besar untuk menetapkan hal tersebut.
- Masalah-masalah Sosial Nyata dan Laten Masalah sosial nyata adalah masalah sosial yang timbul sebagi akibat terjadinya kepincangan yang disebabkan tidak sesuainya tindakan dengan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan masalah sosial laten adalah masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat, tetapi masyarakat tidak mengakuinya sebagai masalah di tengah-tengah mereka, hal ini disebabkan ketidakmampuan masyarakat untuk mengatasinya.
- Perhatian Masyarakat Terhadap Masalah Sosial Suatu kejadian yang merupakan masalah sosial belum tentu menjadi pusat perhatian masyarakat dan setiap pusat perhatian masyarakat belum tentu dikatakan masalah sosial.
- Kemiskinan, yaitu suatu keadaan seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental ataupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
- Kejahatan, terbentuk melalui proses imitasi pelaksanaan peran sosial, diferensiasi, identifikasi dan kekecewaan yang agresif.
- Disorganisasi Keluarga, yaitu keretakan hubungan keluarga karena anggota-anggotanya gagal memenuhi kewajiban-kewajiban yang sesuai dengan peranan sosialnya.
- Peperangan, yaitu bentuk pertentangan dahsyat sehingga merugikan dan menimbulkan disorganisasi baik di negara yang menang maupun di pihak yang kalah.
- Pelanggaran Terhadap Norma, terbagi menjadi 2, yaitu: a. Pelacuran b. Kenakalan Remaja
- Masalah Kelainan Seksual (Homoseksual & Lesbian)
- Masalah Kependudukan, dalam hal ini pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi, namun tidak diimbangi dengan kualitas dan taraf hidup yang memadai, maka akan menimbulkan suatu masalah sosial.
Masyarakat
PENGERTIAN MASYARAKAT
Masyarakat itu sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu syaraka yang artinya ikut serta atau berpartisipasi. Dalam bahasa Inggris masyarakat disebut society yang artinya mencakup interaksi sosial, perubahan sosial, dan rasa kebersamaan. Berikut beberapa pengertian masyarakat menurut ahli.
1. Max Weber
Masyarakat adalah suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.
2. Selo Soemardjan
Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
3. Paul B. Horton
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relative mandiri, yang hidup bersama-sama cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan sebagian besar kegiatan dalam kelompok itu.
Dari defenisi tersebut maka dapat diuraikan beberapa ciri-ciri masyarakat sebagai berikut.
a. Adanya manusia yang hidup bersamab. Adanya pergaulan dan kehidupan bersama dalam waktu yang cukup lama
c. Adanya kesadaran bahwa mereka merupakan suatu kesatuan
d. Adanya sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan
Masyarakat sesungguhnya merupakan sebuah sistem sosial karena mencakup berbagai unsur atau komponen dasar yang saling berkaitan secara fungsional. Menurut Loomis menyatakan bahwa suatu sistem sosial harus terdiri atas Sembilan unsur sebagai berikut.
1. Kepercayaan dan pengetahuan2. Perasaan
3. Tujuan
4. Kedudukan (status) dan Peran (role)
5. Norma/Kaidah
6. Tingkat/Pangkat (Stratifikasi)
7. Kekuasaan
8. Sanksi
9. Fasilitas (sarana)
Kamis, 02 Agustus 2012
Demonstrasi
APARAT KEAMANAN VERSUS MASYARAKAT
(Mereka belajar dari sejarah)
Lagi-lagi aparat keamanan di Indonesia
bentrok dengan masyarakat sipil akibat
demontrasi yang dianggap mengganggu keamanan bangsa. Kejadian seperti
ini sudah menjadi hal lumrah di negara demokrasi seperti Indonesia. Masyarakat yang bebas
bersuara dengan lantangnya menyatakan keinginan-keinginan mereka serta
penolakan-penolakan terhadap kebijakan yang tidak memihak pada mereka melalui
media demontrasi. Sedangkan aparat keamanan berupaya mengamankan masyarakat
yang menyuarakan keinginannya. Tapi tidak bisa dipungkiri pula demontrasi
kerapkali berubah menjadi anarkisme sehingga mengakibatkan kerusakan fasilitas negara dan
timbulnya korban jiwa. Para demonstran beranggapan bahwa dengan merusak
fasilitas negara maka pemerintah akan mendengarkan suaranya. Dengan itupula, situasi
cheos seperti inilah alasan tepat bagi aparat keamanan untuk meluncurkan peluru
kemasyarakat yang menimbulkan korban jiwa.
Rusaknya fasilitas negara sudah barang
tentu merugikan negara baik secara ekonomi maupun secara sosial. Begitupula timbulnya
korban jiwa sudah jelas terjadinya pembunuhan, meski hal ini sering berubah
menjadi sesuatu yang normal bagi negara dengan alasan bahwa hal demikian
merupakan prosedur keamanan negara. Kejadian demikianlah berdampak pada
kepercayaan masyarakat terhadap selogan “Melayani rakyat” yang diganti menjadi
“Melayani keparat”. Kalau ditelusuri lebih lanjut, peristiwa 1998 yang tak jauh
beda dengan peristiwa-peristiwa belakangan ini. Dimana para demonstran merusak
fasilitas negara dan aparat keamanan meluncurkan peluru keraha demonstran.
Inilah sejarah yang mereka ketahui sehingga peristiwa ini juga menjadi alasan
tepat bagi kedua belah pihak untuk melakukan hal yang sama. Secara serta merta
perdamaian abadi, keadilan sosial dan kemanusiaan yang beradab tanggal dari
asas negara.
Masalah Kaum Intelektual, cendikiawan, ilmuan di Indonesia
Di zaman modern ini, kaum intelektual menjadi sebuah strata yang
relatif heterogen dalam posisi dan
tradisi sosialnya, hal demikian merupakan akibat dari polarisasi makna
intelektual serta perannya dalam masyarakat. Apakah intelektual sebagai
kreator, distributor, atau sebagai motivator serta peran apa yang akan
dijalankan di tengah masyarakatnya, apakah ia sebagai penggagas, penentang,
atau pelaksana dari sebuah gagasan, atau paling tidak ia adalah pembawa gagasan
atau sebuah persoalan. Disisi lain, mereka mulai menemukan jalan buntu dalam
perkembangan masyarakatnya akibat dari kebingungan-kebingunan terhadap
fungsinya di zaman sekarang ini. Saat yang bersamaan, intelektual negara-negara
berkembang sedang berjuang melawan berbagai kesulitan dan kekurangan yang
dihadapi mereka serta masyarakatnya. Selain itu, intelektual tersebut sedang
mengalami suatu kontradiksi dalam dirinya mengenai kebebasan intelektualnya
dengan kepercayaan ideologisnya.
Sementara di Eropa, menurut Eyerman, kaum intelektual mendapat tantangan
besar untuk memainkan perannya semaksimal mungkin, semenjak masuknya negara ke
dalam sistem kemakmuran abad ke-20 yaitu demokrasi kapitalis, kaum intelektual
kemudian terdomestifikasi. Mereka menjadi kekuatan eksternal yang berdiri di
luar sistem politik; mereka menjadi akademisi profesional yang merupakan
konsekuensi revolusi pendidikan yang terjadi pada era 1950-an; mereka menjadi
manager di dalam imperium akademik; atau mereka dikooptasi kedalam “angkatan
bersenjata” para pekerja sosial, analisis kemakmuran dan birokrat pendidikan.
Akibatnya, tidak sedikit dari mereka yang hanyut dalam kekuasaan tanpa
memperhatikan lagi tanggung jawab sosialnya untuk memberikan sebuah intervensi
terhadap perubahan dan perkembangan zaman.
Akhirnya terlihat adanya permasalahan didalam kaum intelektual itu
sendiri, yaitu intelektual telah kehilangan kecendekiawanannya. Permasalahan para intelektual setidaknya dapat diklasifikasikan menjadi dua problem yaitu : Pertama, adalah problem keterasingan (kegelisahan) intelektual yang bersumber
dari problem epistemologis. Problem ini menyangkut dimensi relativitas
paradigmatis dan teoritis dari setiap kerangka pemikiran yang dipakai sebagai
pendekatan untuk memahami berbagai fenomena eksistensial; baik manusia (jati
diri) dan masyarakat (kultur), maupun alam semesta (natur), dan Kedua,adalah problem yang menyangkut
dimensi moral-sosial, problem yang menyangkut dimensi moralitas dan etika
Cendekiawan itu sendiri; bagaimana mengaktualisasikan tanggung jawab sosial,
komitmen dan pemahaman moralitas-etik dirinya dalam konteks kehidupan riil
masyarakatnya, baik dalam konteks politik, ekonomi maupun kebudayaan.
Sejak dasawarsa 80-an gejala intelektual yang terjadi di Indonesia
adalah diferensiasi dan spesialisasi arena kegiatan kaum intelektual yaitu
adanya lingkaran kecil di lingkungan intelektual dalam struktur teknokrati yang
dihuni oleh unsur intelektual. Kaum intelektual selalu berbicara tentang
problem mereka yang mendasar, yakni harus mencari nafkah hidup, sehingga mereka
harus terlibat dalam birokrasi untuk mempertahankan kepentingan rakyat dan
kebutuhan ekonominya. Dengan itulah mereka harus meninggalkan masyarakatnya,
tidak bisa terlibat langsung dan tidak merasakan apa yang dirasakan rakyatnya.
Justru intelektual yang sudah menduduki kursi pemerintahan selalu hanyut dalam
jabatan dan melupakan kepentingan rakyatnya. Begitu juga dengan agamawan kita
serta para elit lain yang cenderung melupakan rakyatnya ketika sudah
mendapatkan kedudukan.
Hal ini tampak jelas dari
kecenderungan elit politik, agamawan, dan elit ekonomi kita yang dalam tindakan
kesehariannya tidak memperlihatkan usaha untuk merubah pelbagai tatanan
kehidupan yang telah mengalami keterpurukan di berbagai bidang, malah yang
tampak hanya usaha-usaha pelanggengan ketertindasan. Elit politik hanya sibuk
pada perebutan kekuasaan, elit ekonomi sibuk berselingkuh dengan kaum kapital
(berinvestasi), dan agamawan sibuk pada permasalahan fiqh, mendikte, serta
mengajarkan tentang agama yang masih abstrak seperti suri tauladan para nabi
secara luas, namun tidak pada titik permasalahan yang dirasakan masyarakat
yaitu ketertindasan, kemiskinan, dan pengangguran. Ironisnya para agamawan
bangsa ini terjerembab ikut dalam politik pragmatis.
Ali syari’ati dengan jiwa revolusionernya menentang para
ilmuwan-gadungan, elit (penguasa), dan para pemimpin-pemimpin agama yang
menyelewengkan ajaran Islam, meracuni jiwa rakyat dengan fatwa dan rakyat
dibuat terus sibuk dengan sesuatu yang dinamakan agama, abstraksi-abstraksi
tertentu yang tak berguna seperti cinta, harapan, kebencian, ketidaksenangan,
dan dengan tangisan-tangisan dan kejadian-kejadian yang hanya sedikit mereka
ketahui. Rakyat dibiasakan pada kehidupan gila-gilaan dengan gagasan tentang
hari akhirat, sementara keadaan masa kini mereka dan musuh-musuh mereka
terlupakan. Dengan kata lain, mereka selalu menawarkan gagasan kehidupan
akhirat sedangkan kehidupan dunia terlupakan. Kehidupan dunia dianggap hanya
sebuah permainan tuhan semata dan melihat permasalahn dunia sebagai takdir
tuhan yang tak bisa diubah.
Melihat adanya fenomena tersebut, maka kehadiran intelektual muslim
yang bertanggung jawab terhadap keadaan masyarakatnya sebagai
sebuah alternatif untuk membangun Indonesia secara mendasar mutlak diperlukan.
Karena Intelektual Muslim memiliki peran yang amat vital dan strategis dalam
upaya mewujudkan masyarakat sipil atau civil society, bukan malah
kebalikannya, seperti kebanyakan ulama “kyia” di seluruh penjuru dunia umumnya
dan khususnya di Indonesia yang hanya memberi doktrin-doktrin semata dan
menjadikan masyarakat tertidur dengan doktrin tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)
Menyusun Best Practices
LK 3.1 Menyusun Best Practices Menyusun Cerita Praktik Baik (Best Practice) Menggunakan Metode Star (Situasi, Tantangan, Aksi...
-
Pengertian Fakta Sosial Kata fakta sosial pertama kali diperkenalkan pada abad ke-19 oleh sosiolog Perancis yang bernama Emile Durkheim. ...
-
KELOMPOK SOSIAL TERATUR 1. Kelompok Informal (Informal Group) dan Kelompok Formal (Formal Group) Kelompok informal adalah kesatu...
-
STRATIFIKASI SOSIAL 1. Stratifikasi Sosial a) Pengertian Stratifikasi Sosial Stratifikasi sosial berasal dari kata st...