Jumat, 31 Januari 2014

BIOGRAFI AUGUSTE COMTE


Add caption
            Isidore Marie Auguste François Xavier Comte yang sering disebut sebagai Auguste Comte lahir di Montpellier, sebuah kota kecil di bagian barat daya dari negara Perancis pada tanggal 19 Januari 1798 dan meninggal di Paris, Perancis, pada tanggal 5 September 1857 bertepatan pada usia 59 tahun. Ia merupakan seorang ilmuwan Perancis yang dijuluki sebagai "bapak Sosiologi". Ia dikenal sebagai orang pertama yang mengaplikasikan metode ilmiah dalam ilmu sosial. Auguste Comte dilahirkan di tengah-tengah keluarga Katolik dan massih memiliki darah bangsawan. Akan tetapi ia tidak terlalu perduli dengan kebangsawanannya. Orang tua Auguste Comte berasal dari kelas menengah dan akhirnya sang ayah meraih posisi sebagai petugas resmi pengumpul pajak lokal.
Comte bersekolah di tempat ia dilahirkan, setelah itu ia melanjutkan pendidikannya di Politeknik Ecole di Paris pada tahun 1818. Dikalangan teman-temannya Auguste Comte adalah mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak. Meskipun ia adalah seorang mahasiswa yang cerdas, namun Comte tidak pernah mendapatkan ijazah sarjana. Ia dan seluruh mahasiswa seangkatannya dikeluarkan dari Ecole Politehnique karena gagasan politik dan pembangkangan mereka dan ditutup untuk re-organisasi. Pada akhirnya Comte meninggalkan Ecole dan melanjutkan pendidikannya di sekolah kedokteran di Montpellier. Tak lama kemudian, ia melihat sebuah perbedaan yang mencolok antara agama Katolik yang ia anut dengan pemikiran keluarga monarki yang berkuasa sehingga ia terpaksa meninggalkan Paris.
Pada tahun 1817 ia menjadi sekretaris  dan “anak angkat” Claude Henri Saint-Simon, seorang filusuf yang empat puluh tahun lebih tua dari Comte. Auguste Comte memulai karir profesinya dengan memberi les dibidang Matematika. Meski ia sudah memperoleh pendidikan dalam  Matematika, perhatian yang sebenarnya adalah pada masalah-masalah kemanusiaan dan sosial. Minat ini mulai berkembang dibawah pengaruh Saint-Simont, yang memperkerjakan Auguste sebagai sekretarisnya. Dan dengannya, Auguste menjalin kerja sama erat dengan mengembangkan karya awalnya sendiri. Akan tetapi sesudah tujuh tahun pasangan ini pecah karena perdebatan mengenai kepengarangan karya bersama, dan Auguste comte pun menolak pembimbinganya itu. Pada tahun 1824 mereka bertengkar karena comte yakin bahwa Saint- Simon ingin menghapuskan nama Comte dari daftar ucapan terima kasihnya. kemudian Comte menulis bahwa hubungannya dengan Saint-Simon “mengerikan” dan menggambarkannya sebagai “penipu hina”. Pada tahun 1852, Comte berkata tentang Saint- Simon, “Aku tidak berhutang apapun pada orang ini”.
Tahun 1822, Comte meneliti tentang filosofi positivisme dan berencana akan mempublikasikannya dengan nama Plan de travaux scientifiques nécessaires pour reorganiser la société. Akan tetapi sangat ironis, ia gagal mendapatkan posisi akademis sehingga menghambat penelitiannya. Ia kemudian menikahi seorang wanita bernama Caroline Massin. Selanjutnya pada tahun 1826, Comte membuat suatu skema yang bagus untuk disampaikan pada 72 kuliah umum tentang filsafatnya. Kuliah yang diberikan Comte menarik banyak audien akan tetapi dihentikan pada perkuliahan ketiga dikarenakan Comte mengalami masalah mental. Comte dikenal arogan, kejam dan mudah marah bahkan pernah mencoba bunuh diri.  Sehingga pada tahun itu pula dia dibawa ke sebuah rumah sakit jiwa, tetapi ia kabur sebelum sembuh. Kemudian setelah kondisinya distabilkan oleh Massin, ia mengerjakan kembali apa yang dulu direncanakannya. Namun sayangnya, ia bercerai dengan Massin pada tahun 1842 karena alasan yang belum diketahui. Saat-saat diantara pengerjaan kembali rencananya sampai pada perceraiannya, ia mempublikasikan bukunya yang berjudul Le Cours de Philosophie Positivistic.
Di tahun 1844, Comte menjalin kasih dengan Clotilde de Vaux, dalam hubungan yang tetap platonis. Comte, yang merasa dirinya adalah seorang penemu sekaligus seorang nabi dari "agama kemanusiaan" (religion of humanity), menerbitkan bukunya yang berjudul Système de politique positive (1851-1854).  Di akhir hayatnya dia hidup dari pemberian orang-orang yang mengaguminya dan pengikut-pengikut agama humanitasnya.


DAFTAR PUSTAKA

  1. Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik Dan Modern, pent, Robert M.Z. Lawang, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994.
  2. George Ritzer, Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi, Bantul: Kreasi Wacana, 2010.
  3. P.J. Bouman. 1976. Sosiologi “Pengertian-Pengertian dan Masalah-Masalah”. Yogyakarta:           Penerbit Kanisius.
  4. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (ed). 1974. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
  5. Soekanto, soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo        Persada.
  6. Johnson, Doyle Paul. 1989. Sosiologi klasik dan modern diterjemahkan oleh Robert M,Z, Lawang. Jakarta : Gramedia.
  7. Maryati kun, dkk.  2004. Sosiologi. Jakarta : Esis  

Kamis, 30 Januari 2014

FAKTA SOSIAL, MENURUT EMILE DURKHEIM, PENGERTIAN.

Pengertian Fakta Sosial
Kata fakta sosial pertama kali diperkenalkan pada abad ke-19 oleh sosiolog Perancis yang bernama Emile Durkheim.  Durkheim menyatakan bahwa sosiologi harus menjadi 'ilmu dari fakta sosial' yaitu membicarakan sesuatu yang umum yang mencakup keseluruhan masyarakat dan berdiri sendiri serta terpisah dari manivestasi  individu. Fakta sosial ini diartikan sebagai gejala sosial yang abstrak, misalnya hukum, struktur sosial, adat kebiasan,nilai, norma, bahasa, agama, dan tatanan kehidupan lainnya yang memiliki kekuasaan tertentu untuk memaksa bahwa kekuasaan itu terwujud dalam kehidupan masyarakat di luar kemampuan individu sehingga individu menjadi tidak tampak.  Selain itu, menurut Emile Durkheim metode sosiologis yang dipraktikkan harus bersandar sepenuhnya pada prinsip dasar bahwa fakta sosial harus dipelajari sebagai materi, yakni sebagai realitas eksternal dari seorang individu. Jika tidak ada realitas di luar kesadaran seorang individu, sosiologi sepenuhnya kekurangan materi.  
Dalam buku Rules of Sociological Method, Durkheim menulis: "Fakta sosial adalah setiap cara bertindak, baik tetap maupun tidak, yang bisa menjadi pengaruh atau hambatan eksternal bagi seorang individu." Dan dapat diartikan bahwa fakta sosial adalah cara bertindak, berfikir, dan merasa yang ada diluar individu dan sifatnya memaksa serta terbentuk karena adanya pola di dalam masyarakat. Artinya, sejak manusia dilahirkan secara tidak langsung ia  diharuskan untuk bertindak sesuai dengan lingkungan sosial dimana ia dididik dan sangat sukar baginya untuk melepaskan diri dari aturan tersebut. Sehingga ketika seseorang berbuat lain dari apa yang diharapkan oleh masyarakat maka ia akan mendapatkan tindakan koreksi, ejekan, celaan, bahkan mendapat sebuah hukuman. Selain itu, fakta sosial memiliki 3 sifat yaitu: eksternal, umum (general), dan memaksa (coercion).
1.      Eksternal
Eksternal artinya fakta tersebut berada diluar pertimbangan-pertimbangan seseorang dan telah ada begitu saja jauh sebelum manusia ada didunia.
2.       Koersif (Memaksa)
Fakta ini memeliki kekuatan untuk menekan dan memaksa individu menerima dan melaksanakannya. Dalam fakta sosial sangat nyata sekali bahwa individu itu dipaksa, dibimbing, diyakinkan, didorong dengan cara tertentu yan dipengaruhi oleh berbagai tipe fakta sosial dalam lingkungan sosialnya.  Artinya, fakta sosial mempunyai kekuatan untuk memaksa individu untuk melepaskan kemauannya sendiri sehingga eksistensi kemauannya terlingkupi oleh semua fakta social.
3.      Menyebar/umum (General)
Fakta sosial itu bersifat umum atau tersebar secara meluas dalam suatu masyarakat. Dengan kata lain, fakta sosial ini merupakan milik bersama, bukan sifat individu perseorangan.

Dari karakteristik di atas, dapat ditarik benang merahnya bahwa fakta sosial mengarahkan pada sesuatu yang ada diluar individu yang mengharuskannya untuk mengikuti adat istiadat, sopan santun, dan tata cara penghormatan yang lazim dilakukan sebagai anggota masyarakat dan melakukan hubungan antar individu dengan individu lain dalam suatu masyarakat. Dengan perkataan lain, fakta sosial seperti tindakan individu dalam melakukan hubungan dengan anggota masyarakat lain yang berpedoman dengan norma-norma dan adat istiadat seseorang sehingga ia melakukan hubungan-hubungan terpola dengan anggota masyarakat lain.

Fakta sosial ini menurut Durkheim terdiri atas dua macam :
1.      Dalam bentuk material : Yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap, dan diobservasi. Fakta sosial inilah yang merupakan bagian dari dunia nyata contohnya arsitektur dan norma hukum.
2.      Dalam bentuk non-material : Yaitu sesuatu yang ditangkap nyata ( eksternal ). Fakta ini bersifat inter subjective yang hanya muncul dari dalam kesadaran manusia, sebagai contao egoisme, altruisme, dan opini.

Penjelasan mengenai fakta sosial dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu :
1.      Penjelasan sebab-akibat
Fakta sosial harus dijelaskan berdasarkan fakta-fakta sosial yang mendahuluinya sehingga dapat mengetahui sebab dari terbentuknya fakta sosial tersebut. Setelah sebab tersebut ditemukan, selanjutnya mencari  penyebab fakta sosial tersebut masih ada. Kenyataan bahwa fakta sosial itu masih ada selanjutnya dapat dijelaskan berdasarkan fungsi yang dimilikinya.
2.      Penjelasan fungsional
Fungsi suatu fakta sosial harus selalu ditemukan dalam hubungannya dengan suatu tujuan sosial lainnya. Ini berari bahwa harus diteliti apakah ada persamaan antara fakta yang ditinjau dengan keperluan-keperluan umum dari organisme sosial itu dan dimana letak persesuaiannya.

Perbedaan fakta sosial dengan fakta individu
1.      Fakta sosial
Fakta sosial adalah  perbuatan-perbuatan yang ada diluar individu secara terpisah, umum, dan memaksa karena fakta itu tidak dapat terlepas dari individu-individu secara bersama-sama serta memaksakan individu berbuat sesuai dengan keadaan masyarakatnya. Jadi fakta sosial tidak menyatu dengan individu-individu secara utuh tetapi juga tidak bisa lepas dari individu-individu tersebut. Inti dari fakta sosial ini yaitu adanya tindakan yang dilakukan disebabkkan karena adanya pola dalam hubungan sosial itu sendiri.
2.      Fakta individu
Sedangkan fakta individu , sering disebut sebagai fakta organis atau fakta psikis. Fakta organis ini merupakan tindakan yang dilakukan dengan didasari kesadaran individu itu sendiri. sehingga tidak ada bentuk intervensi dari luar yang memaksa seseorang untuk melakukan tindakan tersebut karena tidak memerlukan sebuah pola dalam sistem sosial.
Menurut Emile Durkheim, fakta sosial tidak dapat direduksi menjadi fakta individu, karena ia memiliki eksistensi yang independen ditengah-tengah masyarakat. Fakta sosial sesungguhnya suatu kumpulan dari fakta-fakta individu akan tetapi kemudian diungkapkan dalam suatu realitas yang riil. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa fakta sosial dihasilkan oleh pengaruh dari fakta psikis (sui generis).


DAFTAR PUTAKA

Ritzer, George, TEORI SOSIOLOGI Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2009.
Paul Doyle Johnson, TEORY SOSIOLOGI KLASIK DAN MODEREN, PT Gramedia, Jakarta, 1986.
Ishomuddin, PENGANTAR SOSIOLOGI AGAMA, Ghalia Indonesia, Jakarta selatan, 2002.
Dadang khamad, SOIOLOGI AGAMA, PT REMAJA ROSDAKARYA, Bandung, 2002.
Betty R.Scarf, SOSIOLOGI AGAMA,  terj. Machun Husein, Prenada Media, Jakarta Timur, 2004.

Selasa, 28 Januari 2014

TINDAKAN SOSIAL MENURUT MAX WEBER. dalam Masyarakat Multikultural

             
           Max Weber  adalah  salah  satu ahli sosiologi dan sejarah bangsa Jerman, lahir di Erfurt, 21 April 1864 dan meninggal dunia di Munchen, 14 Juni 1920. Weber adalah guru besar di Freiburg (1894-1897), Heidelberg (sejak 1897), dan Munchen (1919-1920). Weber melihat  sosiologi  sebagai  sebuah  studi  tentang  tindakan  sosial  antar  hubungan sosial; dan  itulah yang dimaksudkan dengan pengertian paradigma definisi atau ilmu sosial  itu (Ritzer 1975).  Tindakan  manusia  dianggap  sebagai  sebuah  bentuk  tindakan  sosial  manakala  tindakan  itu ditujukan  pada  orang  lain.  
       Tindakan sosial menurut Max Weber adalah suatu  tindakan  individu sepanjang  tindakan  itu mempunyai makna atau arti subjektif  bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain (Weber dalam Ritzer 1975).  Suatu  tindakan  individu  yang  diarahkan  kepada  benda  mati  tidak  masuk  dalam  kategori tindakan sosial. Suatu tindakan akan dikatakan sebagai tindakan social ketika  tindakan tersebut benar-benar diarahkan kepada   orang  lain (individu lainnya). Meski tak jarang tindakan  sosial  dapat  berupa  tindakan  yang  bersifat membatin  atau  bersifat  subjektif  yang mungkin terjadi  karena  pengaruh  positif  dari  situasi  tertentu.  Bahkan terkadang tindakan dapat berulang kembali  dengan sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang serupa atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu (Weber dalam Turner 2000).
Ciri-ciri tindakan sosial
Ada 5 ciri pokok  Tindakan sosial menurut Max Weber  sebagai  berikut: 
1.   Jika  tindakan manusia  itu menurut aktornya mengandung makna subjektif dan hal  ini bisa meliputi berbagai  tindakan nyata 
2.      Tindakan nyata  itu bisa bersifat membatin  sepenuhnya 
3.     Tindakan  itu  bisa  berasal  dari  akibat  pengaruh  positif  atas  suatu  situasi,  tindakan yang sengaja diulang, atau  tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam dari pihak mana  pun
4.      Tindakan  itu  diarahkan  kepada  seseorang  atau  kepada  beberapa  individu
5.      Tindakan  itu memperhatikan  tindakan orang  lain dan  terarah  kepada orang  lain  itu.

Selain  kelima  ciri pokok  tersebut, menurut Weber  tindakan sosial dapat pula dibedakan dari sudut waktu sehingga ada tindakan yang diarahkan kepada waktu sekarang, waktu  lalu, atau waktu yang akan datang. Sasaran suatu tindakan social bisa individu tetapi juga bisa kelompok atau sekumpulan orang. Campbell  (1981).

Tipe tindakan sosial

Weber membedakan tindakan sosial manusia ke dalam empat tipe yaitu:
1.      Tindakan rasionalitas instrumental (Zwerk Rational)
Tindakan ini merupakan suatu tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Contohnya : Seorang siswa yang sering terlambat dikarenakan tidak memiliki alat transportasi, akhirnya ia membeli sepeda motor agar ia datang kesekolah lebih awal dan tidak terlambat. Tindakan ini telah dipertimbangkan dengan matang agar ia mencapai tujuan tertentu. Dengan perkataan lain menilai  dan  menentukan  tujuan  itu dan bisa saja  tindakan  itu dijadikan sebagai cara untuk mencapai  tujuan  lain.
2.      Tindakan rasional nilai (Werk Rational)
Sedangkan tindakan rasional nilai memiliki sifat bahwa alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada di dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut. Contoh : perilaku beribadah atau seseorang mendahulukan orang yang lebih tua ketika antri sembako. Artinya, tindakan sosial ini telah dipertimbangkan terlebih dahulu karena mendahulukan nilai-nilai sosial maupun nilai agama yang ia miliki.
3.      Tindakan  afektif/Tindakan yang dipengaruhi emosi  (Affectual Action)
Tipe tindakan sosial ini lebih didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan afektif sifatnya spontan, tidak rasional, dan merupakan ekspresi emosional dari individu. Contohnya: hubungan kasih sayang antara dua remaja yang sedang jatuh cinta atau sedang dimabuk asmara.Tindakan ini biasanya terjadi atas rangsangan dari  luar yang bersifat otomatis sehingga bias berarti
4.      Tindakan  tradisional/Tindakan karena kebiasaan (Traditional Action
Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan. Tindakan pulang kampong disaat lebaran atau Idul Fitri.


Daftar Pustaka

Johnson,  D.P.  1986.  Teori  Sosiologi  Klasik  dan  Modern.  Terjemahan  Robert  MZ  Lawang.  Jakarta: Gramedia.

Ritzer, G. 1992. Sosiologi  Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Terjemahan Alimandan. Jakarta: Rajawali.

Ritzer, G  dan Goodman Douglas  J.  2005.  Teori Sosiologi Modern.  Terjemahan Alimandan.  Jakarta:
Prenada Media.

Soekanto, S. 1995. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 


Minggu, 19 Januari 2014

MASALAH, DAN SOSLUSI REMAJA SAAT INI dalam Masyarakat Multikultural


Siapa bilang jadi remaja kreatif itu susah?
Siapa pun dia, dari kalangan anak-anak, remaja, maupun dewasa pasti ingin menjadi manusia yang kreatif. Pada hakikatnya menjadi remaja kreatif itu mudah karena banyak sekali cara yang bisa mereka lakukan agar dapat berkreasi dan dapat mengembangkan bakat yang dimiliki. Disadari atau tidak  kreatif dan cerdas merupakan modal utama bagi seorang remaja untuk meraih masa depannya. 
Kalau ditanya tentang berapa banyak remaja yang ingin cerdas dan kreatif, pasti setiap remaja ingin cerdas dan kreatif, akan tetapi hampir sebanyak itu juga remaja yang tidak mau mengembangkan bakat yang mereka miliki dan mengasah potensi diri mereka agar menjadi remaja yang cerdas dan kreatif. Dari beberapa pertanyaan yang diajukan kepada remaja, berikut alasan yang mereka tuturkan.
1.     Mayoritas dari remaja sebelum memulai pekerjaan selalu mengatakan “nggak bisa”. Kata-kata inilah yang tidak asing berkumandang ditelinga kita dari mulut para remaja ketika disuruh bekerja atau berbuat sesuatu. Mereka seringkali tidak percaya dengan kemampuan yang mereka miliki dengan kata lain mereka kurang percaya diri. Inilah yang dinamakan dengan kalah sebelum berperang. Seperti inikah mental generasi muda kita?.
2.   Belum mencoba sudah bilang “nggak mau”. Kalau sudah mengatakan nggak mau, apa boleh buat! Maka secara tidak langsung kreatifitas langsung terbunuh. Bagaimana bias menjadi orang yang cerdas dan kreatif, belum melakukan sudah berkata tidak mau. Hal ini disebabkan oleh gengsi dari remaja ketika melakukan pekerjaan yang dianggap bias melunturkan harga dirinya, padahal pekerjaan tersebut dapat membuat mereka kreatif. Sehingga timbul dalam benak kita, sebenarnya kegiatan apakah yang mereka inginkan yang tidak membuat mereka gengsi?. Seharusnya para remaja jangan gengsi untuk melakukan berbagai kegiatan yang belum kita lakukan karena siapa tahu dari kegiatan coba-coba tersebut mereka menemukan bakat mereka yang selama ini terpendam. Tapi, ingat kegiatan yang kita lakukan haruslah kegiatan yang positif. Jangan melakukan kegiatan coba-coba yang berbau negatif, karena bukannya menjadi remaja yang kreatif malahan menjadi remaja yang tidak bermoral
3.   Kurang percaya diri. Siapa yang bisa? Seluruh remaja langsung menunjuk teman-temannya untuk maju atau berbicara. Padahal ia mampu menjawab maupun member solusi yang pantas, akan tetapi karena ia takut salah, ia menyuruh temannya untuk maju. Hal ini tidak jarang kita temui di berbagai kegiatan baik disekolah maupun dipertemuan-pertemuan formal dan nonformal. Sampai kapan remaja kita berani mengungkapkan isi hati dan pemikirannya untuk lebih baik lagi.
4.    Tidak mengetahui kelebihan diri-sendiri. Coba tanya pada remaja saat ini, apakah anda memiliki kelebihan. Secara spontan mereka mengangkat tangan dan menggaruk-garuk kepala. Pertanyaan ini saja tidak mampu dijawab, bagaiman ia bisa menciptkan hal yang baru atau lebih kreatif lagi. Diri-sendiri saja belum ia kenal apalagi pekerjaan apa yang harus ia lakukan atau karya apa yang bisa ia ciptakan?
5.    Sudah nyaman dengan keadaan sekarang. Apa yang akan dilakukan seorang remaja kalau ia sudah merasa puas dengan yang ia miliki saat ini. Ia tidak akan berani untuk membuat yang baru karena takut akan kehilngan yang ia miliki saat ini. Justru lebih ironis lagi, remaja yang nyaman dengan kondisi ketertinggalannya. Ia senang menghabiskan waktu dengan kesenangan yang sebenarnya belum menciptakan yang dahsyat. Sampai kapan ia akan merasa tenang dengan ia miliki sekarang padahal kebutuhan semakin bertambah seiring dengan perkembangan zaman.
6.  Kurangnya kesadaran generasi muda untuk berkreasi, remaja saat ini lebih cenderung mengahabiskan waktu mereka dengan hal-hal yang tidak berguna. Bisa dilihat dari aktifitas mereka yang enggan untuk mengisi waktu mereka dengan hal yang bermanfaat seperti membaca, menulis, atau mencoba menciptakan benda-benda yang berguna bagi kehidupannya. Malah yang tampak pada kegiatan remaja adalah jalan-jalan ke mall, ke pantai, hura-hura untuk menghabiskan sisa waktu setelah belajar. Caranya ialah, dengan cara mencari jati diri kita. Tidak sulit menjadi remaja yang kreatif. Hal ini tentunya berdasarkan dari keinginan teman-teman sendiri. Jika orang bisa kenapa kita nggak?. Tapi ingat, dalam melakukan kegiatan, sekolah tetap nomor satu, jangan sampai sekolah tinggal hanya gara-gara menekuni banyak kegiatan, ya percuma saja. Karena remaja yang kreatif itu adalah remaja yang bukan hanya sukses dalam berbagai kegiatan tapi juga sukses dalam urusan belajar disekolah.

Yang Harus Dilakukan Para Remaja
1.    Menjadi Manusia Proaktif. Jadilah manusia yang proaktif. Yaitu manusia yang mengerjakan sesuatu dengan sepenuh hati dan tanpa ada rasa terpaksa.
2.      Mulailah segala sesuatu dari tujuan ahirnya. Setiap pekerjaan yang kita lakukan harus memiliki visi. Visi inilah yang member gambaran dan arahan bagaimana tujuan ahir akan dicapai. Dengan adanya visi kita akan bersemangat, fokus sekaligus melakukan tindakan-tindakan bertahap yang diperlukan agar visi terwujud. Dengan memulai sesuatu dari tujuan ahirnya, maka kita akan terhindar dari menyia-nyiakan waktu untuk sesuatu yang dalam jangka panjang atau bentuk ahir yang tidak bermanfaat.
3.   Dahulukan Yang Pertama. Dalam hidup selalu ada hal penting dan hal kurang penting atau bahkan tidak penting sama sekali. secara sederhana, kita bisa membagi aktivitas untuk menentukan mana yang penting mana yang tidak, mana yang urgent dan mendesak dan mana yang tidak. Sering kali orang tercampur dan tidak bisa membedakan antara sesuatu yang penting dan sesuatu yang mendesak.
4.    Berpikir Menang. Setiap orang punya kepentingan. Sering kali kita tidak sadar ingin menang sendiri. Kita ingin melakukan sesuatu yang menguntungkan diri kita namun merugikan orang lain. Atau kalupun tidak sampai merugikan orang lain, kita hanya memikirlkan kepentingan kita dan tidak peduli apakah hal-hal yang menjadi perhatian orang lain ikut dipertimbangkan atau tidak. Tindakan disini disebut Win-Lose. Satu pihak menang namun pihak lainya harus kalah. Memang tidak mudah untuk membiasakan cara berfikir win-win. Ini menuntut sikap empati terhadap situasi yang dihadapi orang lain. Berpikir win-win akan menjauhkan kamu dari cara bertindak egois yang hanya ingin kepentingan pribadi diutamakan. 
5.    Pahami Lebih Dulu Orang Lain, Agar Mereka Juga Bisa Memahami kamu. Orang bijak mengatakan, kita memiliki dua telinga dan satu mulut agar lebih banyak mendengarkan daripada berbicara. Keterampilan mendengarkan atau listening menjadi penting buat semua orang, terutama jika kamu seorang pemimpin. Mendengarkan yang sesungguhnya adalah kita menaruh perhatian atas apa yang disampaikan orang lain, berusaha memahaminya, dan berusaha melihat dari sudut pandangnya. Dengan demikian kita menjadi paham mengapa orang tersebut cenderung melakukan sesuatu dengan cara tertentu, atau mengapa dia lebih memilih melakukan sesuatu dan meninggalkan yang lainnya. Kebiasaan ini mengajarkan kepada kita untuk men-diaknosa permasalahan dengan baik sebelum member tindakan.
6.    Melakukan Sinergi Dengan Orang Lain.Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Itu sebabnya kita akan selalu saling membutuhkan. Kekurangan kita ditutupi oleh kelebihan yang dimiliki orang lain dan sebaliknya apa yang menjadi kelebihan diri kita dapat dimanfaatkan untuk membantu orang lain. Inilah kerjasama harmonis di mana masing-masing pihak menyadari kelebihan dan kekurangan masing-masing dan memilih bersinergi, bukan berjalan sendiri-sendiri.
7.  Pertajam Segala Macam Bentuk Penglihatan Diri. Ini dimaksudkan sebagai cara agar kamu melakukan tindakan yang dapat mempertajam segala macam bentuk sensor pribadi yang ada di dalam diri. Mulai dari dimensi fisik, mental, sosial, emosional, dan juga spiritual. Semua dimensi ini harus dijaga supaya seimbang. Tujuanya tentu saja agar peningkatan produksi bisa di sadari dan dijadikan sebagai kebiasaan yang tak lagi dilakukan secara paksa.

Senin, 03 Juni 2013

Negara Berkembang dan Negara Maju

NEGARA BERKEMBANG DAN NEGARA MAJU 
Perjalanan dua hari untuk perbandingan 
        Berangkat dari kota Batam menuju Singapura merupakan pengalaman sangat berharga. Setibanya disana langsung terengah dengan suasana yang damai, bersih, dan tertib. Gedung-gedung mewah tidak menghalangi pandangan indah karena tertata rapi dan berseri. Alangkah senangnya diriku kalau Indonesia seperti itu. Jalan raya terdapat mobil-mobil mewah jalan dengan rapi dan motor tanpa terdengar suara berisik yang disebabkan oleh cnal pot racing. Meski di perempatan jalan tidak terlihat pos polisi atau Polisi lalu lintas, semua tatatertib telah di indahkan oleh warganya. Bayangkan saja kalau di sana terdapat polisi menjegat mobil atau motor yang melanggar bisa lepas dengan begitu saja karena disogok uang! Pasti sudah kelihatan di CCTV yang selalu siaga untuk memantau. Ternyata CCTV sedikit bermanfaat untuk memberantas korupsi karena barang elektronik tidak bisa disogok. 
     Negara maju memiliki fasilitas umum yang disediakan untuk masyarakat, sedangkan di negara berkembang fasilitas umum diganti menjadi fasilitas negara yang digunakan untuk pejabat-pejabat negara sebagai ganti kata masyarakat. Kalau ditilik lebih lanjut, negara maju seperti Singapura memiliki fasilitas umum yang teratur contohnya rusun yang disediakan kepada warganya merupakan upaya penertiban tatakota atau perumahan agar terlihat rapi. Tongsampah tersedia dimana-mana dan bagi warga yang membuang sampah sembarangan akan dikenakan denda. Andaikata tongsampah disediakan di Indonesia, mungkinkah bertahan lama atau justru hilang? Terlihat beberapa gambaran betapa majunya pemikiran warga dan pemerintah di negara maju dan berkembangnya pemikiran warga negara berkembang sehingga tongsampah juga berkembang.

Selasa, 19 Maret 2013

Industri Budaya dan Industri Pengetahuan



A.   Industri Budaya
Industri adalah pengelolahan bahan mentah menjadi bahan jadi untuk siap dijual dan dijadikan sebagai komoditas di pasar. Sedangkan budaya melingkupi semua aspek kegiatan dan hasil cipta masyarakat dari leluhur hingga saat ini. Lain halnya dengan Industri budaya yakni budaya dijadikan sebagai bahan mentah yang akan diproduksi massa oleh masyarakat dunia. Budaya di sini dimaksud budaya Barat yang dijual dan sangat laris peminatnya di negara-negara berkembang. Sedangkan budaya negara tersebut hampir punah bahkan hilang ditelan zaman.
Industri budaya juga sering disebut sebagai industri yang menjadikan kebudayaan sebagai komoditas untuk diperjual-belikan untuk mencari keuntungan semata. Dengan kata lain, industri budaya merupakan proses industrialisasi budaya yang diproduksi massal dan disebarluaskan kepada massa oleh media seperti televisi, majalah, atau internet. Berkaitan dengan ini pula, Industri budaya telah melahirkan “budaya massa” yang dianut oleh masyarakat dunia. Budaya massa tersebut sebenarnya palsu karena telah dikemas oleh kapitalis, pemerintah atau orang yang berkepentingan. Budaya yang merembah kepelbagai penjuru dunia ini sesungguhnya tidak riil (irasional) dan menghancurkan moral budaya lokal. Pada akhirnya kesadaran massa dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan eksternal seperti industri budaya dan industri pengetahuan.
Herbert Marcuse menilai bahwasanya masyarakat saat ini tampak sebagai perwujudan rasionalitas, akan tetapi sebenarnya irasionalitas karena telah menelan mentah-mentah budaya yang merasupi dirinya. Masyarakat irasionalitas disebabkan oleh televisi yang seharusnya sebagai alat untuk mensosialisasikan nilai dan norma positif malah digunakan untuk mensosialisasikan hal-hal negatif, menyeragamkan budaya dan menundukkan rakyat. Keadaan seperti inilah yang sering disebut sebagai “masyarakat satu dimensi” karena teknologi memperbudak dan menindas pengetahuan masyarakat keseluruhan. Jaringan televisi sebagai agen industri sudah mengendalikan kebudayaan modern dan menyeragamkan kebudayaan secara menyeluruh. Media massa sangat konfliktual tempat bertemunya kekuatan ekonomi, politik, sosial dan kultural.  Sedangkan Kellner melihat televisi sebagai ancaman bagi demokrasi, individualitas, dan kebebasan. ia mengajukan saran yaitu televisi seharusnya sebagai akuntabilitas yang lebih demokratis, akses dan partisipasi warga negara yang lebih besar, lebih banyak keragaman dalam televisi. Ada 2 hal yang mendasar dikhawatirkan dari industri kebudayaan yaitu:
1.       Kepalsuan fakta atau isi yang ada didalamnya karena merupakan hasil gagasan yang telah dikemas sebelumnya.
2.       Menaklukkan, refresif, dan membodohkan bagi masyarakat.

B.    Industri Pengetahuan
Industri pengetahuan merupakan industri yang menciptakan suatu ilmu pengetahuan untuk dijadikan sebagai komoditas atau alat untuk menindas demi kepuasan pribadi. Hal ini  bisa dilihat dari makna  ideologi sebagai sistem gagasan yang seringkali palsu dan mengaburkan karena ideologi tersebut merupakan hasil cipta dari elite yang berkepentingan dalam masyarakat. Ideologi diciptakan dan dikemas sebaik-baik mungkin seakan-akan kepentingan rakyat dan pemahaman yang telah mendarah daging di masyarakat. Banyak gagasan-gagasan yang diciptakan oleh para elit untuk mengelabuhi masyarakat demi kepentingan individu maupun kelompoknya semata. Ideologi telah didistorsi lewat kekuatan sosial. Ideologi dijadikan sebagai teori dari pengetahuan yang keliru. Selain itu, Habermas mengatakan dengan pernyataan lain tentang gagasan yang telah dimananifulasi dengan istilah legitimasi yang dimaknai sebagai suatu sistem gagasan yang dibangun oleh sistem politik, dan secara teoritis oleh sistem lain untuk menopang eksistensi sistem tersebut. Legitimasi ini dirancang untuk “memistifikasi” sistem politik, membuatnya mengaburkan hal-hal yang sesungguhnya terjadi.
Pengetahuan telah diobrak-abrik oleh sebagian kecil kalangan teoritis, pengusaha, penguasa, elit politik, dan intelektual. Pengetahuan diciptakan hanya untuk menciptakan pembenaran bukan menciptakan kebenaran. Hal ini karena pengetahuan diciptakan bukan berasal dari data empiris di masyarakat, pengetahuan tercipta dari teori yang didasarkan pada data empiris. Durkheim berpendapat bahwasanya pengetahuan manusia bukanlah hasil pengalamannya sendiri dan bukan pula karena kategori yang telah dimiliki sejak lahir yang dapat kita pakai untuk memilah-milah pengalaman. Akan tetapi saat ini, teori diciptakan atas dasar data empiris yang telah diciptakan oleh para penguasa dan dari pengetahuan mereka ciptakan kenyataan palsu di masyarakat. Seperti halnya Bacon menyatakan pengetahuan memiliki fungsi menjelaskan kenyataan, ia memberi contoh dari fungsi seni sebagai representasi dari sebuah tiruan realitas (Simulacrum of Reality), tetapi sebenarnya seni selalu memanfaatkan kekuatan imajinasi untuk menyampaikan tiruan dari realitas yang diubah dan disesuaikan dengan idealnya manusia, mengenai apa yang benar dan pantas, kemudian digarap hampir mendekati keinginan-keinginan manusia, sehingga menghasilkan realitas yang lebih menarik dari realitas sehari-hari dalam kehidupan aktual.
Hal yang sulit dihindari tentang ilmu pengetahuan dan teknologi adalah kekuasaan. Saat seseorang berkuasa, ilmu pengetahuan yang dimilikinya akan memengaruhi segala kebijakannya. Michel Foucault mengungkapkan bahwa pertautan kekuasaan dan ilmu pengetahuan selalu membangun hubungan menguatkan. Kekuasaan sebagai kompleks strategi dinamis bisa diperankan individu atau institusi, dan kekuasaan bekerja berdasarkan mekanisme kerja ilmu pengetahuan yang dimiliki. Bagi Foucault, kekuasaan tidak pernah lepas dari pengetahuan. Untuk itu, Foucault mengatakan bahwa “kekuasaaan menghasilkan pengetahuan…. Kekuasaan dan pengetahuan saling terkait… tidak ada hubungan kekuasaan tanpa pembentukan yang terkait dengan bidang pengetahuan, dan tidak ada pengetahuan yang tidak mengandaikan serta tidak membentuk sekaligus hubungan kekuasaan”(Surveiller et Punir (1975), hal. 36).

Rabu, 30 Januari 2013

Masyarakat Multikultural., pengertian, karakteristik, ciri, dan faktor penyebab.



A. Pengertian Masyarakat Multikultural 
         Di Indonesia, konsep tentang multikulturalisme telah lama diperbincangkan oleh para tokoh sosial maupun agama. Hal ini berkaitan dengan masyarakat Indonesia yang memiliki banyak sukubangsa, agama, dan ras. Dengan itulah konsep masyarakat multikultural menjadi topik yang relevan untuk ditelaah karena sesuai dengan semboyan Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Masyarakat multikultutral disini lebih dipandang sebagai masyarakat yang memiliki kesederajatan dalam bertindak di negara meski berbeda-beda sukubangsa, ras, maupun agama. Lebih tepatnya masyarakat multikultural tidaklah hanya sebagai konsep keanekaragaman secara sukubangsa atau kebudayaan sukubangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, akan tetapi menekankan pada keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Dalam artian lain, multikulturalisme dinyatakan sebagai sebuah ideologi yang menekankan pengakuan dan penghargaan pada kesederajatan atas perbedaan kebudayaan. Untuk lebih jelasnya, berikut pengertian masyarakat multikultural menurut beberapa tokoh: 
  1. Furnivall, Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen (kelompok) yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam suatu satu kesatuan politik. 
  2. Clifford Gertz, Masyarakat multikultural adalah merupakan masyarakat yang terbagi dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri dan masing-masing sub sistem terkait oleh ikatan-ikatan primordial. 
  3. Nasikun, Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat bersifat majemuk sejauh masyarakat tersebut secara setruktur memiliki sub-subkebudayaan yang bersifat deverse yang ditandai oleh kurang berkembangnya sistem nilai yang disepakati oleh seluruh anggota masyarakat dan juga sistem nilai dari satu-kesatuan sosial, serta seringnya muncul konflik-konflik sosial. Dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang : 
  • Kesederajatan dalam kedudukan (status sosial) meski berbeda-beda dalam kebudayaan maupun SARA. 
  • Mengakui perbedaan dan kompleksitas dalam masyarakat. 
  •  Menjunjungtinggi unsur kebersamaan, kerja sama, selalu hidup berdampingan dengan damai meski terdapat perbedaan. 
  • Menghargai hak asasi manusia dan toleransi terhadap perbedaan. 
  • Tidak mempersoalkan kelompok minoritas maupun mayoritas. 
       Dari penjelas di atas dapat dikatakan bahwa masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang memahami keberagaman dalam kehidupan di dunia dan menerima adanya keragaman tersebut, seperti: nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Dan bisa dibedakan pula dengan pengertian majemuk yang artinya terdiri atas beberapa bagian yang merupakan kesatuan, plural artinya lebih dari satu, sedangkan beragam artinya berwarna-warni. 


B. Karakteristik Masyarakat Multikultural 
      Pierre L. Va den Berghe seorang sosiolog terkemuka menjelaskan karakteristik masyarakat multikultural dan memprediksikan akibat dari kehidupan sehari-harinya sebagai berikut : 
  1. Terjadi segmentasi ke dalam kelompok sub budaya yang saling berbeda (Primordial).  Masyarakat multikultural yang tersegmentasi dalam kelompok subbudaya saling berbeda merupakan masyarakat yang terbagi-bagi dalam kelompok-kelompok kecil berdasarkan ras, suku, agama masing-masing dan dalam pergaulan terpisahkan karena individu lebih memilih berinteraksi dengan orang satu suku, ras, atau agamanya saja. Dalam pengertian lain, masyarakat multikultural terlihat hidup bersama meski berbeda ras, agama, dan etnis (tersegmentasi), akan tetapi dalam kesehariannya mereka lebih sering memilih bersahabat atau bergaul dengan orang-orang berasal dari daerah mereka saja karena dianggap lebih mudah berkomunikasi, memiliki ikatan batin yang sama, dan memiliki banyak kesamaan. 
  2. Memiliki struktur yang terbagi ke dalam lembaga non komplementer. Dalam masyarakat multikultural tidak hanya memiliki lembaga formal yang harus ditaati, tetapi mereka juga memiliki lembaga informal (nonkomplementer) yang harus ditaati. Dengan kata lain, mereka lebih taat dan hormat pada lembaga nonkomplementer tersebut karena dipimpin oleh tokoh adat yang secara emosional lebih dekat. 
  3. Kurang mengembangkan konsensus di antara anggota terhadap nilai yang bersifat dasar. Masyarakat multikultural dengan berbagairagam ras, etnik, dan agama menimbulkan perbedaan persepsi, pengalaman, kebiasaan, dan pengetahuan akan mengakibatkan sulitnya mendapatkan kesepakatan terhadap nilai maupun norma yang menjadi dasar pijakan mereka. Singkatnya, masyarakat ini sulit menyatukan pendapat karena perbedaan-perbedaan yang mereka pegang. 
  4. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling tergantung secara ekonomi. Dengan berbagai perbedaan, masyarakat multikultural susah mendapatkan kesepakatan dalam berbagai hal. Dengan itulah, untuk menyatukannya harus ada pemaksaan demi tercapainya integrasi sosial. Selain itu, masyarakat ini saling tergantung secara ekonimi dasebabkan oleh kedekatannya hanya dengan kelompok-kelompok mereka saja. 
  5. Adanya dominasi politik suatu kelompok atas kelompok lain Masyarakat multikultural memiliki kelompok-kelompok berbeda-beda secara ekonomi dan politik. Tak bisa dipungkiri akan terdapat kelompok yang mendominasi politik dan dengan sendirinya kelompok tersebut biasanya memaksakan kebijakan politiknya demi keuntungan kelompoknya sendiri. 
C. Kategori Masyarakat Multikultural 
  1. Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang.  Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang yaitu masyarakat yang berada di suatu daerah memiliki kesempatan yang sama dalam hal persaingan politik, ekonomi, maupun kedudukan. Hal ini bisa disebabkan oleh keseimbangan jumlah suku, ras, agama, maupun ketersediaan sumber daya yang ada. 
  2. Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan.  Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan yaitu masyarakat yang berdiam di satu tempat tetapi komposisi penduduk berbeda antara ras satu dengan ras lainnya atau suku maupun agama. Sehingga penduduk mayoritas biasanya lebih dominan atau menguasai hal-hal tertentu, mungkin dari segi politik ataupun ekonomi. Dari kondisi ini memungkinkan adanya pemaksaan terhadap masyarakat minoritas untuk mengikuti sistem maupun budaya masyarakat mayoritas. Dan kemungkinan masyarakat minoritas dengan sendirinya mengikut masyarakat mayoritas karena pengaruhnya sangat dominan.
  3. Masyarakat mejemuk dengan minoritas dominan.  Masyarakat mejemuk dengan minoritas dominan yaitu masyarakat minoritas menguasai atau mendominasi kehidupan daerah tersebut, seperti: masyarakat Tiong Hoa minoritas di Indonesia akan tetapi mendominasi ekonomi di Indonesia. 
  4. Masyarakat majemuk dengan fragmentasi.  Masyarakat majemuk dengan fragmentasi yaitu masyarakat yang telah memiliki dominasi berbeda-beda setia segi kehidupannya. Disini masyarakat tidak memiliki dominasi dalam segalanya karena setiap masyarakat tersebut memiliki dominasinya sendiri-sendiri. 
D. Faktor Penyebab Masyarakat Multikultural di Indonesia 
  1. Faktor Sejarah Indonesia. Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah terutama dalam hal rempah-rempah. Sehingga banyak negara-negara asing ingin menjajah seperti Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Dengan demikian mereka tinggal dalam jangka waktu yang lama bahkan ada yang menikah dengan bangsa Indonesia. Kondisi inilah yang menambah kekayaan budaya dan ras yang di Indonesia. 
  2. Faktor Pengaruh Kebudayaan Asing. Globalisasi merupakan proses penting dalam penyebaran budaya dalam masyarakat dunia terutama Indonesia dengan sitem demokrasinya menjadi negara ini merupakan negara yang terbuka. Dengan keterbukaan tersebut, masyarakat mudah menerima budaya yang datang dari luar meski sering terjadi benturan budaya asing dengan budaya lokal. Masuknya budaya asing inilah salah satu faktor memperkaya budaya dan membuat masyarakat menjadi masyarakat multikultural. 
  3. Faktor Geografis. Selain itu negara kaya rempah-rempah, Indonesia juga memiliki letak geografis yang strategis yaitu diantara dua benua dan dua samudra sehingga Indonesia dijadikan sebagai jalur perdagangan internasional. Karena sebagai jalur perdagangan, banyak negara-negara asing datang ke Indonesia dengan tujuan berdagang seperti Cina, India, Arab, dan negara-negara Eropa. Kondisi inilah memambah budaya yang masuk ke Indonesia dan terciptanya masyarakat multikultural. 
  4. Faktor fisik dan geologi. Kalau dilihat dari struktur geologi Indonesia terletak diantara tigal lempeng yang berbeda yaitu Asia, Australia, dan Pasifik. Kondisi ini menjadikan Indonesia menjadi negara berpulau-pulau dan memiliki beberapa tipe geologi seperti: tipe Asiatis, tipe peralihan, dan tipe Australis. Dengan berpulau-pulau maka kehidupan masyarakat setiap pulau berbeda-beda sesuai dengan kondisi pulauanya. Masyarakat yang berada di pulau kecil akan mengalami kesulitan sumber daya alam, dan pulau besar memiliki sumber daya alam yang banyak. Hal ini lah membuat budaya setiap pulau berbeda pula. 
  5. Faktor Iklim berbeda Selain memiliki berbagai pulau di Indonesia yang mempengaruhi kebudayaan masyarakat, iklim juga sangat mempengaruhi kebudayaan di Indonesia seperti: orang yang berada di daerah pegunungan dengan iklim sejuk membentuk kebudayaan masyarakat yang ramah. Sedangkan orang yang berada di tepi pantai yang memiliki iklim panas membentuk kontrol emosi seseorang lebih cepat marah.

Menyusun Best Practices

  LK 3.1 Menyusun Best Practices   Menyusun Cerita Praktik Baik (Best Practice) Menggunakan Metode Star (Situasi, Tantangan, Aksi...