A.
Industri Budaya
Industri
adalah pengelolahan bahan mentah menjadi bahan jadi untuk siap dijual dan
dijadikan sebagai komoditas di pasar. Sedangkan budaya melingkupi semua aspek
kegiatan dan hasil cipta masyarakat dari leluhur hingga saat ini. Lain halnya
dengan Industri budaya yakni budaya dijadikan sebagai bahan mentah yang akan
diproduksi massa oleh masyarakat dunia. Budaya di sini dimaksud budaya Barat
yang dijual dan sangat laris peminatnya di negara-negara berkembang. Sedangkan
budaya negara tersebut hampir punah bahkan hilang ditelan zaman.
Industri
budaya juga sering disebut sebagai industri yang menjadikan kebudayaan sebagai
komoditas untuk diperjual-belikan untuk mencari keuntungan semata. Dengan kata
lain, industri budaya merupakan proses industrialisasi budaya yang diproduksi
massal dan disebarluaskan kepada massa oleh media seperti televisi, majalah,
atau internet. Berkaitan dengan ini pula, Industri budaya telah melahirkan
“budaya massa” yang dianut oleh masyarakat dunia. Budaya massa tersebut
sebenarnya palsu karena telah dikemas oleh kapitalis, pemerintah atau orang
yang berkepentingan. Budaya yang merembah kepelbagai penjuru dunia ini
sesungguhnya tidak riil (irasional) dan menghancurkan moral budaya lokal. Pada
akhirnya kesadaran massa dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan eksternal seperti
industri budaya dan industri pengetahuan.
Herbert
Marcuse menilai bahwasanya masyarakat saat ini tampak sebagai perwujudan
rasionalitas, akan tetapi sebenarnya irasionalitas karena telah menelan
mentah-mentah budaya yang merasupi dirinya. Masyarakat irasionalitas disebabkan
oleh televisi yang seharusnya sebagai alat untuk mensosialisasikan nilai dan
norma positif malah digunakan untuk mensosialisasikan hal-hal negatif,
menyeragamkan budaya dan menundukkan rakyat. Keadaan seperti inilah yang sering
disebut sebagai “masyarakat satu dimensi” karena teknologi memperbudak dan
menindas pengetahuan masyarakat keseluruhan. Jaringan televisi sebagai agen
industri sudah mengendalikan kebudayaan modern dan menyeragamkan kebudayaan
secara menyeluruh. Media massa sangat konfliktual tempat bertemunya kekuatan
ekonomi, politik, sosial dan kultural.
Sedangkan Kellner melihat televisi sebagai ancaman bagi demokrasi,
individualitas, dan kebebasan. ia mengajukan saran yaitu televisi seharusnya
sebagai akuntabilitas yang lebih demokratis, akses dan partisipasi warga negara
yang lebih besar, lebih banyak keragaman dalam televisi. Ada 2 hal yang mendasar
dikhawatirkan dari industri kebudayaan yaitu:
1.
Kepalsuan fakta atau isi
yang ada didalamnya karena merupakan hasil gagasan yang telah dikemas
sebelumnya.
2.
Menaklukkan, refresif, dan
membodohkan bagi masyarakat.
B.
Industri Pengetahuan
Industri
pengetahuan merupakan industri yang menciptakan suatu ilmu pengetahuan untuk dijadikan
sebagai komoditas atau alat untuk menindas demi kepuasan pribadi. Hal ini bisa dilihat dari makna ideologi sebagai sistem gagasan yang
seringkali palsu dan mengaburkan karena ideologi tersebut merupakan hasil cipta
dari elite yang berkepentingan dalam masyarakat. Ideologi diciptakan dan
dikemas sebaik-baik mungkin seakan-akan kepentingan rakyat dan pemahaman yang
telah mendarah daging di masyarakat. Banyak gagasan-gagasan yang diciptakan
oleh para elit untuk mengelabuhi masyarakat demi kepentingan individu maupun
kelompoknya semata. Ideologi telah didistorsi lewat kekuatan sosial. Ideologi
dijadikan sebagai teori dari pengetahuan yang keliru. Selain itu, Habermas
mengatakan dengan pernyataan lain tentang gagasan yang telah dimananifulasi
dengan istilah legitimasi yang dimaknai sebagai suatu sistem gagasan yang
dibangun oleh sistem politik, dan secara teoritis oleh sistem lain untuk
menopang eksistensi sistem tersebut. Legitimasi ini dirancang untuk
“memistifikasi” sistem politik, membuatnya mengaburkan hal-hal yang
sesungguhnya terjadi.
Pengetahuan
telah diobrak-abrik oleh sebagian kecil kalangan teoritis, pengusaha, penguasa,
elit politik, dan intelektual. Pengetahuan diciptakan hanya untuk menciptakan
pembenaran bukan menciptakan kebenaran. Hal ini karena pengetahuan diciptakan
bukan berasal dari data empiris di masyarakat, pengetahuan tercipta dari teori
yang didasarkan pada data empiris. Durkheim berpendapat bahwasanya pengetahuan
manusia bukanlah hasil pengalamannya sendiri dan bukan pula karena kategori
yang telah dimiliki sejak lahir yang dapat kita pakai untuk memilah-milah
pengalaman. Akan tetapi saat ini, teori diciptakan atas dasar data empiris yang
telah diciptakan oleh para penguasa dan dari pengetahuan mereka ciptakan
kenyataan palsu di masyarakat. Seperti halnya Bacon menyatakan pengetahuan
memiliki fungsi menjelaskan kenyataan, ia memberi contoh dari fungsi seni sebagai
representasi dari sebuah tiruan realitas (Simulacrum of Reality), tetapi sebenarnya
seni selalu memanfaatkan kekuatan imajinasi untuk menyampaikan tiruan dari
realitas yang diubah dan disesuaikan dengan idealnya manusia, mengenai apa yang
benar dan pantas, kemudian digarap hampir mendekati keinginan-keinginan
manusia, sehingga menghasilkan realitas yang lebih menarik dari realitas
sehari-hari dalam kehidupan aktual.
Hal
yang sulit dihindari tentang ilmu pengetahuan dan teknologi adalah kekuasaan.
Saat seseorang berkuasa, ilmu pengetahuan yang dimilikinya akan memengaruhi
segala kebijakannya. Michel Foucault mengungkapkan bahwa pertautan kekuasaan
dan ilmu pengetahuan selalu membangun hubungan menguatkan. Kekuasaan sebagai
kompleks strategi dinamis bisa diperankan individu atau institusi, dan
kekuasaan bekerja berdasarkan mekanisme kerja ilmu pengetahuan yang dimiliki. Bagi
Foucault, kekuasaan tidak pernah lepas dari pengetahuan. Untuk itu, Foucault
mengatakan bahwa “kekuasaaan menghasilkan pengetahuan…. Kekuasaan dan
pengetahuan saling terkait… tidak ada hubungan kekuasaan tanpa pembentukan yang
terkait dengan bidang pengetahuan, dan tidak ada pengetahuan yang tidak
mengandaikan serta tidak membentuk sekaligus hubungan kekuasaan”(Surveiller et
Punir (1975), hal. 36).